Kamis, 15 Agustus 2019


Evaluasi Program

A.    Pengertian Evaluasi Program
Untuk mengetahui apa itu evaluasi program, maka terlebih dahulu kita harus mengerti apa sebenarnya evaluasi itu. Evaluasi berasal dari kata bahasa inggris “evaluation” yang diserap dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia “evaluasi” yang diartikan memberikan penilian dengan membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertententu sehingga bersifat kuantitatif. Suharto mengemukakan bahwa evaluasi program diartikan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya suatu program yang dilaksanakan, apa sebabnya berhasil dan apa sebabnya gagal, serta bagaimana tindak lanjutnya[1].
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Soumelis mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses pengambilan keputusan melalui kegiatan membandngkan hasil pengamatan terhadap suatu obyek[2]. Frutchey menambahkan bahwa kegiatan evaluasi sebagai penilaian mencakup kegiatan observasi, membandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman yang telah ditetapkan dahulu dan pengambilan keputusan atau penilaian atas obyek yang diamati[3].
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang telah direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Selain itu juga dapat dikatakan sebagai kegiatan mencari sesuatu yang berharga, termasuk informasi dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur serta alternative strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Evaluasi program adalah proses penerapan secara sistematis tentang tujuan, efektfitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunkan standar tertentu yang telah dibakukan. Worthen dan Sanders mengemukakan bahwa evaluasi program adalah suatu proses mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi untuk membantu para pengambil keputusan dalam memilih berbagai alternative keputusan[4].
Sehubungan dengan itu,  Alkin juga berpendapat bahwa evaluasi program merupakan proses yang berkaitan dengan penyiapan berbagai wilayah keputusan melalui pemilihan informasi yang tepat, pengumpulan dan analisis data serta pelaporan yang berguna bagi para pengambil keputusan dalam menentukan berbagai alternative pilihan untuk menetapkan keputusan. Evaluasi program juga dapat didefenisikan sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan[5].
Dari beberapa definisi evaluasi program pemberdayaan tersebut maka dapat dikatakan bahwa evaluasi program adalah proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternative keputusan.

B.     Beberapa Konsep Dalam  Evaluasi
Yang pertama-tama membedakan evaluasi formatif dan sumatif adalah Scriven. Kemudian sejak saat itu istilah ini menjadi popular dan dapat dikatakan diterima secara universal dalam bidang ini. Evaluasi formatif dilakukan selama program berjalan untuk memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan programnya. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberi informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program.
Dalam hal ini, evaluasi yang dilakukan dalam program pemberdayaan melalui pelatihan pemanfaatan eceng gondok adalah dengan evaluasi sumatif yaitu evaluasi setelah selesai program pemberdayaan dilakukan.

C.    Model – Model Evaluasi
Model merupakan deskriptif suatu fenomena yang dinyatakan dalam bentuk media yang dapat dikomunikasikan. Terkait dengan model-model evaluasi program pemberdayaan, Taybnapis mengemukakan beberapa model yaitu model CIPP, model UCLA, model Brinkerhoff, dan model Stake[6]. Secara berturut akan dijelaskan sebagai berikut:
1)      Model CIPP (context, input, process, and product)
Stufflebeam mengartikan evaluasi sebagai proses menggambarkan, memperoleh dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternative keputusan. Ia membagi evaluasi dalam empat macam, yaitu:
a.       Context, berkaitan dengan beberapa factor dan kondisi sebelum kegiatan dilaksanakan
b.      Input, merupakan masukan yang diberikan sebagai persiapan sebelum pelaksanaan program
c.       Process, yaitu pelaksanaan program yang dilaksanakan dengan pendekatan sesuai dengan konteks
d.      Product, yaitu kualitas hasil kegiatan yang dapat dicapai.
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.
2)      Model UCLA
Alkin menyampaikan lima macam evaluasi, yaitu sebagai berikut:
a.       System assessment, yang berkaitan dengan keadaan atau posisi system
b.      Programme planning, yang membantu pemilihan program
c.       Programme implementation, yang memberikan informasi tentang seberapa jauh program telah dikenalkan
d.      Program improvement, yang memberikan informasi tentang seberapa jauh program telah berfungsi dan dilaksanakan
e.       Program certification, yang memberikan informasi tentang nilai kegiatan
3)      Model Brinkerhoff
Brinkerhoff mengemukakan tiga golongan evaluasi, yaitu:
a.       Fixed and emergent evaluation, yang berkaitan tetap atau perkembangan rancangan evaluasi, masalah dan kriteria evaluasi dan seberapa jauh akhirnya dipertemukan.
b.      Formative vs sumatif evaluation, yang berkaitan dengan kebutuhan dan kegunaan evaluasi
c.       Experimental and quasi experimental design vs natural inquiry, yang berkaitan dengan proses intervensi dan manipulasi.
4)      Model Stake atau model contenance
Model ini juga disebut model evaluasi pertimbangan. Maksudnya evaluator mempertimbangkan program dengan membandingkan kondisi hasil evaluasi program dengan yang terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama dan membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang ditentukan oleh program tersebut.

Selain model pemberdayaan tersebut, ada model evaluasi program yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja dalam pelaksanaan evaluasi program yaitu evaluasi model Kirkpatric.
Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick mencakup empat level evaluasi, yaitu: reaction, learning, behavior, dan result[7].

D.    Prinsip-Prinsip Evaluasi
Evaluasi program pemberdayaan merupakan kegiatan untuk menilai suatu program pemberdayaan, gejala, atau kegiatan-kegiatan tertentu. Mardikanto & Soebiato mengatakan ada beberapa prinsip evaluasi, yaitu sebagai berikut:
1)      Kegiatan evaluasi merupakan bagian integral dari kegaiatan perencanaan program.
2)      Setiap evaluasi harus objektif, menggunakan pedoman tertentu yang telah dibakukan, menggunakan metode pengumpulan data yang tepat, dan menggunakan alat ukur yang tepat.
3)      Setiap evaluasi menggunakan alat ukur yang berbeda untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula.
4)      Evaluasi dinyatakan dalam bentuk data kuantitatif dan uraian kualitatif
5)      Evaluasi harus efektif dan efisien.[8]




[1] Suharto, Edi. (2014). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama.h.118
[2] Soumelis, C.G. (1981). Project Ealuation Methodologies and Techniques. Paris: UNESCO
[3] Frutchey, F.P. (1973). Evaluation in Extension in D, Byrn (ed). 1-9p
[4] Worthen, B.R & J.R Sanders. (1975). Educational Evaluation Theory and Practice.Belmont, California: Wordsworth Published Company, Inc.
[5] Sudjana, D. (2006). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah.Bandung: Remaja Rosdakarya.
[6] Tayibnapis, F.Y. (2008). Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi Untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
[7]Kirkpatrick, D. L. (1998).Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.
[8]Mardikanto, T & Soebiato, P. (2013).Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

VARIABEL-VARIABEL PEMBELAJARAN


Variabel Pembelajaran

Regeluth, dkk  (1977) mengemukakan klasifikasi variabel-variabel pembelajaran dimodifikasi menjadi 3, yaitu:

1. Kondisi Pembelajaran
Variabel yang termasuk ke dalam kondisi pembelajaran, yaitu variable variabel yang mempengaruhi penggunaan variabel metode. Oleh karena perhatian kita adalah untuk mempreskripsikan metode pembelajaran, maka variabel kondisi haruslah yang berinteraksi  dengan metode dan sekaligus berada di luar kontrol perancang pembelajaran. Maksud yang terpenting dari bahasan ini adalah mengidentifikasi variabel-vriabel kondisi pembelajaran yang memiliki pengaruh utama pada ketiga variabel metode.

Atas dasar ini, Regeluth dan Merrill (1979) memandang perlu mengelompokkan variabel kondisi pembelajaran menjadi 3 kelompok yaitu:
1)      Tujuan pembelajaran
Pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang diharapkan. Tujuan ini bisa  sangat  umum,  sangat khusus atau dimana saja dalam kontinum umum ke khusus. Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan landasan yang berguna sekali dalam mempreskripsikan strategi pembelajaran.
2)      Kendala
Adalah keterbatasan sumber-sumber, seperti watu, media, personalia, dan uang. Karakteristik peserta didik adalah aspek-aspek atau kualitas peserta didik, seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah dimilikinya.
3)      Tujuan dan karakteristik bidang studi
Adalah dihipotesiskan memiliki pengaruh utama pada pemilihan strategi pengorganisasian pembelajaran, kendala dan karakteristik bidang studi pada pemilihan strategi penyampaian, dan karakteristik siswa pada pemilihan strategi pengelolaan pembelajaran.
Bagaimanapun juga, pada tingkat tertentu, mungkin sekali suatu variabel kondisi akan mempengaruhi setiap variabel metode misalnya, karakteristik peserta didik bisa mempengaruhi pemilihan strategi pengorganisasian dan pemilihan strategi penyampaian, di samping pengaruh utamaya pada strategi pengelolaan pembelajaran.

2.      Metode  Pembelajaran
Variabel metode pembelajaran diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 jenis yaitu:
1)      Strategi pengorganisasian (Organizational srategy)
Organizational srategy adalah metode untuk mengorganissi isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi mengacu pada suatu tindakan seperti  pemilihan  isi, penataan      isi,      pembuatan      diagram,      format,      dll.      yang      setingkat      dengan   itu.
2)      Delivery strategy adalah  metode  untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik dan atau menerima serta merespon masukan yang berasal dari peserta didik. Sumber belajar merupakan bidang kajian utama dari strategi ini.
3)      Management strategy adalah metode untuk menata interaksi antara peserta didik dan variabel metode pembelajaran yang lain. Variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. Strategi pengorganisasian pebelajaran dibedakan  menjadi  strategi pengorganisasian pada tingkat makro dan mikro.

3.      Hasil Pembelajaran
Pada tingkat yang amat umum sekali, hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1)      Keefektifan (effectiveneess)
Keefektifan diukur dengan tingkat pencapaian si-belajar. Ada 4 aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran yaitu kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut tingkat kesalahan, kecepatan unjuk kerja, tingkat alih belajar, dan tingkat retensi dari apa yang dipelajari.
2)      Efisiensi (efficiency)
Efisiensi diukur dengan rasio antara keefektifan  dan  jumlah  waktu yang dipakai si-belajar dan/atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan.
3)      Daya tarik pembelajaran
Daya tarik pembelajaran diukur dengan mengamati kecenderungan si-belajar untuk tetap/terus belajar. Daya tarik pembelajaran erat kaitannya dengan daya tarik bidang  studi,  dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya pengukuran kecenderungan si belajar untuk terus dan atau tidak terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi.

4.      Desain pembelajaran
Pengembangan instruksional telah menghasilkan berbagai model, tidak semua model itu serupa. Namun demikian dari berbagai model yang ada setidak-tidaknya pengembangan instruksional mengandung elemen pengumpulan data, penilaian keterampilan-keterampilan masukan, spesifikasi tujuan-tujuan yang bersifat behavioral atau performance test, suatu prosedur untuk memilih metode dan penyajian, Prosedur pelaksanaan, evaluasi dan revisi.
Beberapa model pengembangan instruksonal  antara lain model Kemp, Model Instruksional Development Institute (IDI), model Rowntree, model Gerlach & Ely, model Wittich & Schuller, model Walter Dick & Lou Carey dan masih banyak model pengembangan instruksional yang lain. Pada pertemuan ini saya coba samapaikan ancangan sistem pembelajaran Walter Dick & Lou Carey. Desain tersebut dipilih karena beberapa alasan sebagai berikut:
a)      ancangan sistem ini adanya fokus pada awal proses, pada apa yang siswa harus tahu atau mampu lakukan pada waktu berakhirnya program pembelajaran,
b)      ancangan sistem ini adanya pertautan yang seksama antar komponen, khususnya adanya hubungan antara siasat pembelajaran dan hasil belajar yang dikehendaki,
c)      ancangan ini merupakan proses empirik yang sifatnya dan dapat diulangi-ulangi. Pembelajaran tidak dirancang untuk sajian sekali saja, tetapi digunakan untuk sebanyak mungkin siswa, karena dapat dipakai ulang.
 Adapaun disain tersebut dapat divisualisasikan  sebagai  berikut:

1)   Mengidentifikasi tujuan pembelajaran

Menentukan apa yang diinginkan setelah  siswa  mengikuti pembelajaran yang dilakukan. Batasan tujuan pembelajaran dapat dijabarkan dari  tujuan umum, dari penilaian kebutuhan berkenaan dengan kurikulum tertentu, dari kesulitan belajar para siswa berdasarkan pengalaman praktek, dari analisa pekerjaan, atau dari ketentuan- ketentuan lain bagi pembelajaran baru.

2)   Melakukan Analisa Pembelajaran

Setelah mengetahui tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya menentukan belajar jenis apa yang dituntut dari siswa. Tujuan tersebut perlu dianalisis untuk mengenali keterampilan-keterampilan bawahan/sub ordinat yang mengharuskan siswa belajar menguasainya dan langkah-langkah prosedural bawahan yang harus diikuti siswa untuk dapat belajar proses tertentu. Proses ini menghasilkan suatu peta atau bagan yang menggambarkan keterampilan-keterampilan yang ditemukan dan menunjukkan hubungan-hubungannya.

3)     Mengenali Tingkah Laku Masukan dan Ciri-ciri siswa

Di samping mengenali keterampilan-keterampilan bawahan dan langkah prosedural yang harus dimasukkan dalam pembelajaran, adalah perlu untuk mengenali keterampilan-keterampilan tertentu yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran dimulai. Ini tidak berarti menyusun daftar semua hal yang dapat dilakukan siswa, melainkan mengenali keterampilan-keterampilan khusus tertentu yang siswa harus mampu lakukan untuk memulai pembelajaran. Penting juga untuk mengenali ciri-ciri khusus tertentu yang dimiliki siswa yang barangkali perlu dipertimbangkan dalam merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran.

4)     Merumuskan Tujuan Performansi

Atas dasar analisis pembelajaran dan keterangan tentang tingkah laku masukan, selanjutnya menyusun pernyataan spesifik tentang apa yang akan mampu dilakukan siswa ketika menyelesaikan pembelajaran. Pernyataan yang dijabarkan dari keterampilan-keterampilan yang dikenali dengan jalan melakukan analisis pembelajaran ini perlu menyebutkan keterampilan-keterampilan yang harus dipelajari (dikuasai) siswa, kondisi perbuatan yang menunjukan keterampilan itu, dan kreteria bagi unjuk perbuatan (performansi) yang berhasil.

5)     Mengembangkan Butir-butir tes acuan Patokan.

Berdasarkan tujuan khusus yang telah dirumuskan, selanjutnya merumuskan butir-butir penilaian (assesment) yang sejajar dengan mengukur kemampuan siswa untuk mencapai apa yang dicantumkan di dalam tujuan. Tekanan utama diletakkan pada mengaitkan macam tingkah laku yang disebutkan dalam tujuan dengan apa yang diminta dari butir-butir tersebut.

6)     Mengembangkan Siasat Pembelajaran

Dengan adanya keterangan-keterangan yang didapat dari langkah-langkah sebelumnya, selanjutnya diperlukan untuk mengenali siasat yang dipergunakan dalam pembelajaran dan menentukan media mana yang cocok untuk digunakan untuk mencapai tujuan  akhir.  Bagian siasat pembelajaran mencakup kegiatan: pra pembelajaran, penyajian informasi, latihan dan balikan, pengetesan, dan kegiatan tindak ikutan. Siasat ini di dasarkan atas hasil-hasil penilaian tentang belajar yang terbaru, pengetahuan terbaru tentang proses belajar, isi/bahan yang harus dijabarkan, dan ciri-ciri pribadi siswa yang akan menggunakan material pembelajaran. Sifat-sifat keadaan ini dipakai untuk mengembangkan atau memilih matrial untuk maksud mengembangkan suatu siasat bagi pembelajaran kelas interaktif.

7)     Mengembangkan dan Memilih Material Pembelajaran.

Dalam langkah ini menggunakan siasat pembelajaran untuk memproduksi pembelajaran. Pada langkah ini kegiatannya meliputi buku petunjuk kerja siswa, material pembelajaran, tes dan buku pegangan guru. Keputusan untuk mengembangkan asli material pembelajaran tergantung pada jenis belajar yang akan disampaikan, adanya material yang relevan, dan sumber-sumber pengembantgan yang tersedia. Untuk memilih diantara material-material pembelajaran yang ada dan akan dipakai sebagai kreterianya.

8)   Merancang dan melakukan Penilaian Formatif

Setelah draf kasar selesai dalam bentuk rencana disusun, langkah selanjutnya melakukan serangkaian penilaian dengan maksud mengumpulkan data yang digunakan untuk menemukan cara-cara bagaimana menyempurnakan rencana pembelajaran tersebut. Pada  tiga  macam penilaian formatif untuk keperluan ini yaitu: penilaian satu-persatu, penilaian kelompok  kecil,  dan penilaian lapangan. Setiap jenis penilaian itu memberikan keterangan yang berlain-lainan kepada perancang untuk dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Teknik-teknik yang  serupa dapat diterapkan untuk melakukan penilaian formatif terhadap material atau pembelajaran di kelas.

9)   MerevisiPembelajaran

Langkkah terakhir (dan merupakan langkah pertama dalam daur ulang) ialah memperbaiki, atau merevisi pembelajaran. Data yang diperoleh dari penilaian formatif diihtisarkan dan ditafsirkan sebagai usaha untuk mengenali kesulitan-kesulitan yang dialami para siswa dalam mencapai tujuan, dan untuk menghubungkan kesulitan-kesulitan ini dengan kekurangan tertentu dalam pembelajaran. Garis pada gambaran bagan model bernama Merevisi pembelajaran menunjukan bahwa data dari penilaian formatif tidak semata-mata dipakai untuk merevisi pembelajaran itu sendiri, tetapi dipakai untuk menguji kembali kesahihan analisis  pembelajaran  yang dilakukan dan asumsi-asumsi tentang tingkah laku masukan serta sifat ciri siswa. Perlu juga dikaji ulang pertanyaan-pertanyaan tujuan performansi dan butir-butir soal tes dengan memperhatikan data yang terkumpul. Siasat pembelajaran perlu ditinjau kembali dan pada akhirnya semua ini dipadukan ke dalam upaya revisi pembelajaran untuk menjadikannya alat pembelajaran  yang lebih berhasil guna.

10)   Melakukan Penilaian Sumatif

Adanya garis putus-putus pada gambar bagan model menunjukkan bahwa meskipun penilaian sumatif itu merupakan penilaian keefektifan pembelajaran, ini umumnya bukan bagian  dari  proses perancangan. Penilaian sumatif merupakan penilaian atau harga pembelajaran  yang  mutlak dan atau nisbi, dan dilakukan hanya setelah pembelajaran itu mengalami penilaian  formatif serta direvisi dengan mestinya untuk memenuhi patokan yang ditetapkan perancangnya. Karena pelaksanaan penilaian sumatif itu biasanya tidak melibatkan perancang pembelajaran, tetapi sesungguhnya melibatkan evaluator yang independen, maka komponen ini tidak dipandang bagian terpadu dari proses perancangan pembelajaran itu sendiri.


Sumber:
Reigeluth, C.M. Merril MD. (1979). Classes of Instructional Variables.Educational Technology

LIFE LONG LEARNING

Life long learning merupakan sebuah bentuk kesadaran akan adanya perkembangan zaman yang selalu berubah sehingga dibutuhkan inisiatif untu...